Rabu, 13 Desember 2017

GURU SEBAGAI MODEL DAN TELADAN


Model?
Asosiasi kita pasti tertuju pada sosok cantik atau ganteng,yang berjalan diatas catwalk,menjadi pusat perhatian,dari cara dia berjalan,pakaian yang dikenakan serta aksesoris yang dikenakannya.
Tapi bukan itu yang dimaksud dengan judul artikel diatas, walaupun ada beberapa kesamaan, seperti:
  • Model menjadi pusat perhatian, guru juga menjadi pusat perhatian,dari mulai jalan hingga pakaian apa yang dikenakannya,cara berbicaranya,serta tingkah lakunya,bahkan semua aspek kehidupan seorang guru menjadi pusat perhatian siswanya, orangtuanya dan lingkungannya.
Lalu,apa model itu?
Menurut kamus besar bahasa Indonesia:
model/mo·del/ /modél/ n 1 pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan: rumahnya dibuat seperti -- rumah adat; 2 orang yang dipakai sebagai contoh untuk dilukis (difoto): pernah aku menjadi -- lukisan; 3 orang yang (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yang akan dipasarkan: gadis -- yang cantik-cantik itu memperagakan pakaian dari bahan batik; 4barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) persis seperti yang ditiru: -- pesawat terbang;
-- dasar pola utama: ia menggunakan jenis tari bedaya sebagai -- dasar ciptaannya

Merujuk pada pengertian mode menurut KBBI diatas,bahwa model itu Pola,contoh atau acuan,jadi guru sebagai model adalah guru yang akan selalu dijadikan pola, acuan dan contoh baik oleh peserta didik maupun oleh masyarakat sekitar,ada sebuah ungkapan yang populer untuk menganalogikan bahwa setiap gerak gerik, tingkah laku dan ucapan guru akan dipola oleh peserta didik yaitu "guru kencing berdiri anak kencing berlari", artinya bahwa peserta didik akan mencontoh bulat-bulat apapun yang dilakukan oleh bapak ibu gurunya,maka dari itulah setiap ucap,langkah, tingkah dan perbuatannya harus baik dan benar, agar dapat memberi contoh yang baik dan benar juga.
Memang susah menjadi sosok yang sempurna, tetapi berusaha menjadi sempurna adalah langkah baik dan benar untuk memulai menyempurnakan diri, karena tidak ada manusia yang sempurna, selalu saja ada kekurangan yang tampak dimata orang lain,akan tetapi banyak orang yang berusaha menjadi sempurna dengan tidak lelah terus menerus berusaha.Begitupun dengan sosok seorang guru, banyak yang berusaha bekerja, berpenampilan, berbuat, bertingkah laku dan berucap sesuai dengan norma dan etika seorang guru,agar peserta didik dapat mencontoh hal-hal baik dari gurunya.
Antara guru sebagai model dan panutan, adalah sebuah simbiosis mutualisme, ketika guru sudah berusaha tampil menjadi model yang sempurna, menjadi model yang baik,maka akan menjadi panutan yang baik baik bagi peserta didik maupun lingkungannya.Akronim bahwa Guru adalah sosok yang patut digugu dan ditiru.Digugu (bahasa Sunda) artinya bahwa setiap ucap dan perkataan guru akan selalu dituruti oleh peserta didiknya, sedangkan ditiru mempunyai arti bahwa apapun yang dilakukan oleh seorang guru akan ditiru oleh peserta didiknya
Demikian, semoga bermanfaat!

Daftar referensi:
https://kbbi.web.id/model

Senin, 11 Desember 2017

BAGAIMANA CARANYA AGAR POTENSI MENJADI PRESTASI


Semua peserta didik memiliki potensi, namun tidak semua potensi itu berbuah manis menjadi sebuah prestasi.
Potensi itu jika dianalogikan adalah sebuah intan dan intan  tidak akan berubah menjadi sebuah berlian yang kemilau dan mempesonakan setiap mata yang memandangnya,tanpa adanya sentuhan seorang ahli atau seorang penggosok intan yang kompeten di bidang pengolahan intan,dan mengerti kaidah-kaidah dalam memotong dan membentuk intan hingga menjadi sebuah berlian yang mahal dan mewah.
Begitulah alur sebuah potensi yang dimiliki oleh seonggok batu yang diberi nama intan.
Begitupun potensi yang dimiliki oleh peserta didik kita, potensi memerlukan sentuhan seorang ahli untuk membentuknya, bagaimana cara membentuknya hingga membuahkan sebuah prestasi? Berikut pembahasannya:
Pada postingan sebelumnya saya telah mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul mengenal, memahami dan mengembangkan potensi peserta didik,nah, Sekarang bagaimana supaya potensi tersebut berbuah prestasi,yaitu melalui :
1.Pembinaan 
pembinaan/pem·bi·na·an/ n 1 proses, cara, perbuatan membina (negara dan sebagainya); 2 pembaharuan; penyempurnaan; 3 usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik;- bahasa upaya untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa, antara lain mencakupi peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa yang dilakukan misalnya melalui jalur pendidikan dan pemasyarakatan; - hukum kegiatan secara berencana dan terarah untuk lebih menyempurnakan tata hukum yang ada agar sesuai dengan perkembangan masyarakat; - kesatuan bangsapenyatuan bangsa dan golongan keturunan asing dengan cara sedemikian rupa sehingga dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, kesukuan dan keturunan sudah tidak sesuai lagi untuk dikembangkan; - watak pembangunan watak manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, organisasi, pergaulan, ideologi, dan agama
Jadi,menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa arti dari Pembinaan seperti yang tertera pada arti pada angka nomor 3 adalah  3 usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik;
Pembinaan potensi peserta didik inipun bertujuan agar memperoleh hasil yang lebih baik, yaitu sebuah prestasi.Pembinaan dapat dilakukan ditempat-tempat berikut:
  • Disekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan sejenis lainnya oleh seseorang yang mempunyai kompetensi khusus dibidangnya,bisa oleh guru olahraga atau guru lain yang kompeten di bidangnya,atau dibina oleh pelatih khusus dari luar lingkungan sekolah yang lebih professional dibidangnya.
  • Diluar lingkungan sekolah, pembinaan potensi peserta didik yang dilakukan diluar sekolah banyak dan beragam, diserahkan kepada pilihan orangtua siswa,bisa melalui klub-klub olahraga,bisa juga di SSB atau Sekolah Sepakbola bagi peserta didik yang memiliki potensi dibidang sepakbola,les piano,les tari,baik tarian tradisional maupun modern,les musik,dan lain-lain, banyak dan beragam,sehingga orangtua Siswa mempunyai banyak referensi tempat dan jenis pilihan untuk membina potensi anaknya. 
  • Selain pembinaan yang dilakukan seperti tersebut diatas, potensi peserta didik ataupun anak tersebut juga perlu diberikan pengalaman bertanding, dengan sering mengikuti event-event kejuaraan, mulai dari tingkat sekolah, tingkat desa atau kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten,dan seterusnya.Salah satu contoh adalah dengan diselenggarakannya agenda rutin kegiatan O2SN,mulai dari tingkat kecamatan sampai tingkat Nasional.
Demikian,semoga bermanfaat!

Daftar Referensi:

  •  https://kbbi.web.id/pembinaan

Minggu, 10 Desember 2017

MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA

Pernahkah anda suatu waktu sampai dititik jenuh?
Semua orang pasti pernah mengalaminya, jadi jangan pernah merasa sendiri, dalam profesi apapun, termasuk pada profesi guru.
Wajar perasaan itu datang menghampiri kita,karena kehidupan seperti itu:

  1. Kadang,kita semangat menjalankan aktivitas
  2. Terkadang,kurang bersemangat dalam beraktivitas
Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya level semangat kerja kita, diantaranya:

  1. Lingkungan tempat bekerja,ada kalanya lingkungan tempat kerja,memantik dan mematikan semangat kerja kita
  2. Hubungan dengan rekan kerja, terkadang masalah bisa timbul dari adanya gesekan antar sesama rekan kerja,bisa dari ketersinggungan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, ataupun dari adanya persaingan yang tidak sehat dengan rekan kerja,.
  3. Gaji,tidak dipungkiri manakala berbicara tentang gaji, akan menjadi fokus perhatian, karena diakui atau tidak, kita bekerja karena ingin mendapatkan penghasilan, besar kecilnya penghasilan tersebut dapat menaikkan dan menurunkan level semangat kerja seseorang, namun tidak semua begitu, karena ternyata ada karyawan atau pekerja yang tetap semangat dengan penghasilan yang dianggap kecil oleh orang lain.
  4. Apresiasi,pada dasarnya, manusia itu senantiasa senang ketika hasil kerjanya diapresiasi oleh orang lain, baik atasannya maupun rekan kerjanya,dan apresiasi yang diterima tersebut dapat menaikkan level kerja seseorang, namun hal ini juga tidak berlaku bagi sebagian orang, karena mereka tetap bersemangat dalam menjalani aktivitasnya dengan ikhlas tanpa berharap ada atau tidak ada kata pujian yang terlontar,baik itu dari atasannya maupun rekan kerjanya.
Itu,diantara sekian banyak faktor yang dapat menaikkan dan menurunkan semangat kerja,dan,ketika semangat kerja kita menurun,akan menjadi masalah terhadap produktivitas kerja kita, jadi perlu upaya untuk meningkatkannya kembali, upaya yang dapat dilakukan agar semangat kerja kita kembali meningkat adalah sebagai berikut:

  1. Sadar bahwa jabatan itu adalah amanat yang harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya sekedar bertanggungjawab pada atasan,akan tetapi pertanggungjawaban yang kelak harus dilakukan dihadapan sang Pencipta kelak, kesadaran seperti ini akan menjadi kendali positif bagi kita dan menjadi dasar religius yang akan selalu menyadarkan kita bahwa apapun yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat.
  2. Berpikir positif terhadap atasan atau rekan kerja,artinya jangan membandingkan kita dengan rekan kerja disekitar kita, lakukan tugas dengan penuh tanggungjawab, terkadang sisi manusiawi kita muncul manakala melihat kerja orang lain, misalnya: kenapa kita harus serius,toh orang lain pun santai,kenapa kita harus banting tulang,toh,bos kita kerjaannya begitu-begitu saja,dan perasaan-perasaan negatif lainnya,tetaplah fokus pada pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita.
  3. Refreshing, sesekali luangkan waktu untuk mengadakan refreshing, misalnya saat hari libur kerja, kita bisa mengunjungi obyek wisata terdekat, atau sekedar jalan santai bareng keluarga disekitar kompleks rumah kita,atau mendengarkan musik dan menonton film kesukaan kita, semoga setelah kita refreshing, ketika saatnya masuk kerja, kita kembali fit untuk bekerja.
Demikian, beberapa hal sebagai upayapaya meningkatkan produktivitas kerja, mudah-mudahan bermanfaat.

Sabtu, 09 Desember 2017

RAHASIA MENJADI GURU YANG DIRINDUKAN (IKHTIARKU)

Ingin dirindukan adalah perasaan yang wajar bagi siapapun dan ditempat manapun, baik dirumah maupun disekolah.dirumah kita ingin dirindukan oleh keluarga kita,oleh anak maupun istri,pun disekolah,kita ingin dirindukan oleh peserta didik ataupun siswa kita,kedatangan kita dinanti dengan penuh sukacita,kehadiran kita ditunggu dengan penuh harap.Itu keinginan,semua guru pasti berkeinginan seperti itu,yang namanya keinginan,itu baru sebatas angan dan cita-cita,yang jika ingin terwujud perlu ikhtiar agar keinginan untuk dirindukan tersebut menjelma menjadi guru yang benar-benar dirindukan.

Menjadi guru yang dirindukan itu susah-susah gampang,tetapi tidak ada yang susah selagi kita mau berikhtiar atau berusaha.

Menjadi guru yang dirindukan merupakan bagian dari ikhtiar atau upaya guru untuk meng-upgrade kompetensi:
  1. Pedagogik
  2. Kepribadian
  3. Sosial,dan
  4. Profesional
Karena untuk menjadi guru yang dirindukan,memerlukan penguasaan keempat kompetensi tersebut diatas,itulah rahasia jika ingin menjadi guru yang dirindukan,adapun ikhtiar atau upaya yang dilakukan guru diantaranya:
1.Kompetensi Pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
  • Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
  • Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
  • Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
  • Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
  • Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
  • Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
  • Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
  • Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3.Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:

  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4.Kompetensi Profesional  merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

  • Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru artinya bahwa keempat kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling berkesinambungan antara kompetensi yang satu dengan kompetensi yang lainnya.
Itulah rahasia menjadi guru yang dirindukan,ikhtiarnya adalah kuasai dan aplikasikan keempat kompetensi guru tersebut,agar kita menjadi guru yang dirindukan.

Daftar Referensi:
  • UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Kamis, 07 Desember 2017

MENUMBUHKAN SEMANGAT BELAJAR ANAK


Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika anak pulang sekolah,terjadilah drama seperti berikut:
  1. Tas nya dilempar masuk dapur, makan tergesa-gesa, beres makan ambil langkah seribu,lupa beres-beres bekas makan, lupa pamit,biyur....lari ke tempat bermain,sampai lupa pulang.Esok harinya,ribut nyari tas sekolah yang entah dimana nyangkutnya,ditambah tugas Sekolah yang belum dikerjakan ,duar...perang duniapun tersulut,seluruh keluarga ribut mencari tas yang entah dimana
  2. Pulang sekolah,tas nya yang ini tidak dilempar,pergi ke dapur,ambil makan,stembay didepan tivi,makan sambil nonton filem kartun idolanya,susah untuk bangkit, nonton filem kartun sampai ketiduran,begitu dibangunin supaya pergi ngaji siang,susahnya minta ampun,akhir cerita,ngaji siang lewat,solat apalagi.
  3. Pulang sekolah,ganti baju setelah mandi,lalu solat,setelah itu makan siang,selesai makan tempat makannya dicuci,nonton tivi sebentar atau ada juga yang sambil mengerjakan tugas sekolah,selesai itu lalu berangkat ke madrasah untuk belajar agama,hingga menjelang magrib,ngaji malam sampai isya,setelah itu membaca dan menyiapkan buku pelajaran buat esok hari,dan...tidur malam.Esok harinya tidak terdengar ada keributan seluruh keluarga mencari tas yang raib dari pandangan,apalagi ribut karena tugas sekolah belum dikerjakan,hm....adem dan sejuk dipandangmata punya anak seperti itu,ideal banget.
Nah,begitulah,tiga judul drama pulang sekolah dan situasi pagi hari menjelang berangkat sekolah,anak kita masuk skenario yang mana ya, kesatu, kedua atau yang ketiga?
Tidak perlu dijawab,tinggal ditonton dan disaksikan reality show-nya dirumah masing-masing.
Gambaran kejadian diatas, tidaklah hanya menjadi sebuah keprihatinan tanpa berusaha mencari solusi penyelesaiannya, karena jika diabaikan,tentunya akan membawa dampak perkembangan anak pada tahapan perkembangan berikutnya,selaku orangtua harus ada upaya merubah kebiasaan jelek anak dirumah, semangat belajar anak dirumah seperti hilang,mereka mengartikan bahwa belajar itu hanyalah disekolah, kalau sudah dirumah,ya.. tidak usah belajar
Solusi untuk merubah mindset anak tentang pengertian belajar  itu bukan hanya sekedar disekolah,tetapi dirumah juga tetaplah harus ada  waktu untuk belajar,nah...cara untuk menumbuhkan semangat belajar anak itu diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Edukasi anak kita sejak dini,tentang tugas dan kewajibannya dirumah,tentu saja disesuaikan dengan perkembangan usianya,misalnya selesai makan biasakan untuk mencuci sendiri tempat makannya,merapikan tempat tidurnya, seandainya kurang bersih dan kurang rapih pun,jangan dihardik nanti malah tidak mau lagi mengerjakan pembiasaan yang Lagi kita tanamkan,tapi harus diberitahu dengan bahasa yang lembut,bahwa ini kurang bersih dan yang itu kurang rapi,bimbing dan bimbing, jangan lelah untuk mengarahkan.
  2. Selalu diingatkan,bahwa anak sekolah punya tugas dan kewajiban juga,yang harus dijalankan secara beriringan dengan tugas dan kewajiban sebagai anak dirumah, walau terkadang ada orangtua yang tidak begitu menuntut,yang penting kakak atau ade, jangan melupakan tugas sekolah, tapi alangkah baiknya juga jika sang anak tahu dan melaksanakan tugas sebagai anak dirumah, dengan membantu pekerjaan ringan orangtuanya disamping mengerjakan tugas sekolah,tentu saja dengan tidak merampas haknya untuk bermain.
  3. Pedulikan semua kegiatan anak, orangtua tidak cuek dengan kegiatan anak baik itu dilingkungan maupun disekolah,tanyakan:Tadi kakak atau ade belajar apa,bagaimana pelajarannya,mudah atau sukar, adakah peer atau tugas lainnya, bagaimana bapak ibu gurunya, bagaimana teman-temannya,,dan lain sebagainya, sudahkan itu dilakukan? Kalau itu senantiasa dilakukan,anak akan merasa dipedulikan,merasa diapresiasi,dan merasa selalu ada kontrol dari kedua orangtuanya hingga bisa meminimalisir untuk abai pada tugasnya sebagai pelajar.Saya untuk tahun pelajaran 2017-2018 ini, mempunyai 20 orang peserta didik,dari 20 orang peserta didik tersebut,hanya ada satu orangtua yang secara kontinyu menanyakan perkembangan anaknya,melalui nomor WhatsApp atau messenger yang telah saya bagikan: "Bagaimana Pak keadaan anak saya, bagaimana Pak prestasi akademik anak saya, bagaimana Pak dikelasnya, aktif apa tidak",dan pertanyaan lainnya.,begitulah seharusnya, saya senang mendengarnya,dan tidak menjadikan beban untuk menjawabnya,karena ditanyakan atau tidakpun, orangtua harus diberitahu perkembangan akademik anaknya.
  4. Bimbing anak dalam belajarnya dirumah,agar terarah,matikan dulu tivi atau radionya,jauhkan dulu hapenya,jangan anak disuruh belajar, sementara orangtuanya cuek dan tidak mempedulikannya.
Demikian mudah-mudahan bermanfaat,tidak bermaksud menggurui,hanya sedikit berbagi,kurang lebihnya mohon maaf!

Rabu, 06 Desember 2017

"TIPS DAN TRIK" MEMBANGKITKAN RASA PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK

Pendahuluan
Ini pengalaman pribadi,6 tahun silam!
Saat itu seperti biasa,kegiatan rutin akhir tahun,guru kelas VI,selain mengolah nilai,ada kegiatan lainnya yang tidak kalah pentingnya,karena menyangkut keberlangsungan belajar peserta didik saya kejenjang selanjutnya,yaitu kejenjang Sekolah lanjutan tingkat pertama,yaitu pendataan peserta didik yang akan melanjutkan sekolah apabila nanti lulus dari Sekolah Dasar,saya bagikan formulirnya,untuk dibawa ke rumah,dan ditandatangani oleh orangtuanya.
Tiga hari kemudian format itu dikumpulkan,kemudian saya rekap,dan dikelompokkan sesuai pilihan sekolah yang diminatinya,ada yang mau melanjutkan ke MTs,Ke SMP Negeri,ke Ponpes terpadu,bahkan ada juga yang mau melanjutkan sekolah keluar Kabupaten.
Dari 32 peserta didik saya,ada 2 0rang yang tidak mengisi formulir tersebut,ni anak kenapa...?Berbagai pertanyaan berkecamuk:Apa orangtuanya tidak mendukung,apa orangtuanya tidak faham dengan kewajibannya,padahal saya selaku wali kelas,telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan orangtua siswa,dan selalu mengedukasi mereka tentang pentingnya pendidikan dan tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
Berangkat dari masalah itulah,lalu saya eksplor lebih dalam tentang masalah kedua anak tersebut,dengan langkah-langkah,langkah sebagai berikut:

1.Kunjungan rumah (Home visit)
Home visit adalah salah satu tehnik pengumpulan data dengan jalan mengunjungi rumah siswa untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dan untuk melengkapi data siswa yang sudah ada yang diperoleh dengan tehnik lain (ws.winkel,1995:70).Berdasarkan itu,saya mengadakan home visit dengan tujuan mencari tahu dari kedua orangtua siswa tersebut,ada beberapa poin yang dapat saya simpulkan dari pertemuan itu,bahwa pada dasarnya,kedua orangtua tersebut mengizinkan dan mendukung sekali jika anaknya mau meneruskan sekolah.Kemudian saya tanyakan,kenapa anaknya tidak mau meneruskan sekolah jika memang kedua orangtuanya mendukung,dalam hal pertanyaan itu,mereka tidak bisa menjawab,karena keduanya anak tersebut,tidak menjawab ketika oleh mereka ditanya,penelusuran saya buntu,tidak menemukan jawaban yang diharapkan dari kedua orangtua tersebut.
2. Wawancara dengan siswa
Berbekal jawaban yang belum tuntas dari kedua orangtua siswa saat home visit,kemudian saya mengadakan wawancara dengan kedua anak tersebut,saya ajak bicara satu persatu,dituangkan kelas,tentu saja dengan terlebih dahulu,mengosongkan jelas,ntuk melindungi Privat mereka,agar terhindar dari rasa malu dan menjadi pusat perhatian teman yang lain,kebetulan saat itu anak yang lain sedang mengikuti mata pelajaran PJOK dilapangkan Desa,saya minta izin terlebih dahulu kepada guru bidangnya.Pertanyaan kepada kedua anak tersebut,hanya seputar,kenapa mereka tidak mau melanjutkan sekolah,dan saya beritahukan kepada mereka hasil kunjungan rumah,bahwa ternyata kedua orangtuanya,sangat mengharapkan mereka melanjutkan sekolah.Susah payah saya membujuk mereka agar mau berbicara,dan...akhirnya,mereka mau menjawab pertanyaan itu,dan jawaban keduanya sama,bahwa mereka sebenarnya mau melanjutkan sekolah,hanya mereka merasa:
  • Malu
  • Takut diejek teman pada saatnya nanti di SMP 
 Apa yang menjadikan malu dan takut yang membayangi mereka,saya tidak perlu bertanya lagi pada mereka,karena saya tahu sejak awal akan kekurangan mereka, (mohon maaf,tidak bermaksud mengeksploitasi kekurangan mereka,karena guru sejak awal mesti tahu karakteristik siswanya,baik kekurangan maupun kelebihannya).ini yang menurut kedua siswa tersebut adalah kekurangan mereka:
  1. Siswa yang satu  memiliki cacat bawaan berupa cleft pallate atau sumbing bibir sehingga kalau berbicara agak sengau
  2. Kemudian siswa yang satu memiliki kekurangan (menurut mereka) pada areal mata,sehingga kalau membaca itu jaraknya harus dekat sekali,bukunya ditarik dan ditempel kemukanya.
Berbasis dai jawaban yang mereka sampaikan,kemudian saya simpulkan,bahwa,mereka tidak mau melanjutkan sekolah itu karena kurang percaya diri dengan keadaannya.Akhirnya,pertanyaan yang berkecamuk itu,terjawab dengan komunikasi yang baik,tugas saya sebagai guru belum selesai sampai disitu,saya masih punya tugas berat untuk membangkitkan rasa percaya diri mereka.

3.Membangkitkan rasa percaya diri peserta didik
Menelisik jawaban kedua siswa tersebut diatasi,maka saya ambil langkah&langkah untuk membangkitkan rasa percaya diri mereka,diantaranya:
  1. Menanamkan pemahaman bahwa tidak ada manusia yang sempurna,selalu saja ada kekurangan yang dilihat oleh orang lain
  2. Menanamkan rasa ikhlas menerima keadaan yang diberikan Allah sang pencipta,dan mensyukurinya.
  3. Memberi pemahaman pada mereka,bahwa,banyak orang disekelilingnya kita yang lebih menderita,ada yang hanya mempunyai satu kaki,satu tangan,bahkan tidak memiliki kaki dan tangan sama sekali,tapi mereka tetap tabah dan bersabar.
  4. Memotivasi mereka,dengan memutarkan video atau film kisah-kisah insfiratif dari kaum disabilitas,bahwa kekurangan bukan penghalang untuk berjuang,bukan halangan untuk berprestasi,dan lain sebagainya.
  5. Memberikan pemahaman bahwa sarat  berprestasi itu  bukan fisik harus sempurna,tetapi kemauan dan tekad.
  6. Memotivasi mereka untuk menunjukan diri kepada dunia,bahwa kekurangan mereka menjadi kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Dan....akhir perjuangan itu,mereka mau melanjutkan sekolah,kini rasa percaya diri mereka yang sempat kandas,telah bangkit,dan memotivasi mereka untuk berprestasi,dan...terbukti mereka kini menjadi anak yang berprestasi di sekolahnya,giat mengikuti segala jenis kegiatan disekolahnya,siswa tersebut,kimi, telah mendekati ujian akhir disebuah SMA dan SMK,terakhir kali bertemu,mereka menyalami saya dan ketika saya tanya akan melanjutkan kemana LEPAS SMK nanti,katanya entah mau kuliah atau Daftar Tentara,kemampuan dia,kebanggaan ini tetap ada bahwa sampai terakhir bertemu,dia masih Percaya Diri ,(Pede),dengan dirinya.
Untuk siswa yang satu lagu,itupun sama,mendekati ujian akhir disebuah SMA,dan terakhir ketemu,ketika,saya mengundangnya pada acara Lomba Tingkat 1,dan...saat itu dia mengeluarkan testimoni bahwa seandainya dulu tidak termotivasi untuk melanjutkan sekolah,mungkin saya tidak akan seperti ini."Terimakasih Pak",kata dia mengakhiri obrolannya.

Demikian pengalaman ini saya jadikan sebuah artikel,mudah-mudahan bermanfaat dan menginspirasi.


Senin, 04 Desember 2017

CARA MENGATASI ANAK YANG "MAGER"


Pendahuluan
Mager?
Malas gerak yang saya maksudkan,biar kekinian penyebutannya,itu merupakan istilah kids zaman now,yang biasa dipergunakan ketika mereka malas gerak atau  malas  bepergian  kemana-mana,dan...saya meminjam istilah mereka untuk digunakan sebagai sebutan bagi peserta didik kita yang malas berangkat kesekolah.
Sebagian bapak ibu guru,mungkin pernah mengalami ada peserta didik yang malas ketika saatnya pergi kesekolah,ini dominasinya terjadi pada peserta didik baru pada tahun ajaran baru,tetapi tidak menutup kemungkinan,terjadi juga pada peserta didik yang lebih tinggi,misalnya dari kelas 2 sampai kelas 6.
Nah,ketika hal itu terjadi,tentu bukan semata tanggungjawab orangtuanya,guru pun bertanggungjawab untuk memberikan saran dan masukan,serta trik-trik atau strategi khusus untuk menghadapinya.
Langkah yang harus dilakukan seorang guru,diantaranya sebagai berikut:
A.Analisis akar permasalahannya
Dalam menganalisis akar masalah ketika peserta didik malas berangkat kesekolah,tentu harus bekerjasama dengan orangtua peserta didik tersebut,tanyakan:
  • Apa alasan yang relevan sehingga anaknya terkena sindrom malas berangkat sekolah
Dalam hal,ingin mengetahui,alasan kenapa tidak mau berangkat kesekolah,tentu memerlukan pendekatan yang spesifik mengingat usia sikecilkan yang masih terlalu dini untuk berbicara dengan lantang,mengemukakan alasannya kenapa dia malas kesekolah,perlu jurus jitu agar sikecil mau berbicara,misalnya dengan rayuan manis,janji manis atau metode lainnya,saya yakin orangtua lebih faham bagaimana membujuk anak.,misalkan,setelah melalui proses negoisasi yang panjang,dengan metode bujuk rayunya tingkat tinggi,diperolehlah alasan kenapa sikecil malas berangkat sekolah,diantaranya: 
  1. Takut sama teman mamah",nah...alasan seperti ini,biasanya terjadi pada anak yang super sensitive,anak menjadi takut,walau sekedar ditakut-takuti oleh anak yang lebih dominan dikelas barunya tersebut,atau hanya sekedar diolok-olok,kemudian akan menjadi hal yang luar biasa dan menimbulkan mood nya down untuk pergi lagi ke sekolahan.
  2. Takut Sama gurunya,mungkin dalam pandangan orang dewasa atau orang lain,gurunya nampak baik-baik saja dan tidak bermasalah,tapi dipandangan sikecil bisa saja mengundang masalah,dia tidak merasa cocok dengan gurunya,sehingga batinnya menolak keberadaan  gurunya,bahkan candaan sekecil apapun bisa jadi masalah.
  3. Belum punya teman akrab,mungkin yang dia maksud adalah teman yang mengerti dan memahami dia,menurut versinya,padahal kan teman sekelasnya banyak,tapi dia mungkin belum menemukan teman yang satu selera dengannya.
  4. Sakit,ini alasan klasik,jika anak tidak mau sekolah,tapi terlepas dari benar atau tidaknya,alasan tersebut perlu ditanggapi dengan serius.
  5. Tidak mau berpisah dengan ibu,ini sering terjadi ketika bel masuk berbunyi,dia tidak masuk kelas,kalau ibunya tidak ikut masuk,maunya ditungguin sampai akhir pelajaran.
B.Saran untuk mengatasinya
Ada beberapa saran dan masukan untuk mengatasinya,sesuai dengan hasil analisis akar masalahnya,diantaranya yaitu:
  1. Jika peserta didik takut pada temannya,maka orangtua harus mengkomunikasikannya dengan bapak atau ibu gurunya,dan bapak atau ibu guru,harus menerima masukan dari orangtua peserta didik,lalu mengambil langkah serta pendekatan,untuk mengatasi ketakutan peserta didik tersebut,misal dengan memberikan pemahaman sedikit demi sedikit sesuai kapasitas pemikirannya sikecil,bahwa semua temannya itu baik-baik,ajaklah peserta didik secara berkala mengenal teman barunya,mengakrabkannya dengan berbagai cara,baik melalui permainan berkelompok maupun dengan  cara menanamkan rasa percaya dirinya agar secara perlahan mampu mengatasi rasa takutnya tersebut,kemudian sikap orangtua dirumahnya juga harus pro aktif,bersama-sama dengan guru,berupaya mengatasi rasa takut anaknya sama temannya tersebut,bisa dengan cara mengajak bermain bersama dirumahnya,agar anak menjadi akrab,serta memberi pemahaman untuk saling menyayangi antar sesama teman.
  2. Jika takut sama gurunya,hal ini juga sama,harus dikomunikasikan dengan guru yang bersangkutan,agar guru mengetahui,memaklumi dan dapat mengadakan pendekatan sebagai langkah persuasif untuk mengurangi rasa takut peserta didik tersebut kepadanya.
  3. Jika masalahnya belum punya teman akrab,tugas guru disekolah mengenalkan,dan mengakrabkan semua peserta didik,lebih husus bagi peserta didik yang mempunyai masalah dalam bersosialisasi,begitupun tugas orangtua dirumahnya,beri kesempatan anak untuk bersosialisasi melalui kegiatan bermain dengan teman sebaya dilingkungannya.
  4. Jika masalahnya sakit,segera bawa kepihak medis,jika memang sakitnya perlu penanganan medis,mudah-mudahan setelah ditangani,mood untuk sekolahnya kembali bangkit.
  5. Jika masalahnya tidak mau berpisah dengan orangtua dan selalu ditungguin didalam kelas,masalah ini bisa berat bisa ringan,dalam arti bahwa penanganan masalah ini tidak semudah membalik telapak tangan,ada pengalaman rekan kerja,yang selama satu tahun ajaran,peserta didiknya selalu ditungguin didalam kelas,berbagai upaya telah dilakukan oleh beliau sebagai guru kelas satu,namun hasilnya selalu nihil,bahkan hanya sekedar menyuruh ibunya untuk perlahan-lahan menunggunya diluar kelas,malah nangis dan tidak mau mengikuti kegiatan belajar mengajar,saya coba membantu guru kelas 1 tersebut dengan harapan,bisa mengatasinya,saya komunikasi dengan orangtuanya sebelum bel masuk berbunyi dan katanya,takut ditinggal mamahnya pergi,karena sebelum anak tersebut disekolahin,ibunya mengakui pernah kerja diluar kota dan menitipkan anaknya pada sang nenek,berangkat dari keterangan itulah,saya mengadakan pendekatan kepada anak tersebut,sambil berseloroh,kumasukkan pemahaman sederhana tentang tugas orangtua yang mencari nafkah untuk jajannya,untuk membeli pakaiannya,mainannya,dan sebagainya,itu dilakukan secara kontinyu,dengan harapan ada sedikit pencerahan sesuai pola pikirnya,dan pada kesempatan yang tidak terduga,sang anak berkata,bahwa nanti kalau sudah kelas dua,dia janji tidak akan diantar dan ditungguin sama mamah katanya,saya sambut janji sikecil,yang keluar dari mulut mungilnya tanpa paksaan,kemudian saya beri pencerahan tambahan,bahwa janjinya adalah janji sama Allah yang harus ditepati,insyaallah dia faham dan mengerti tentang Allah,walaupun dalam pengertian yang sederhana sesuai perkembangan pola pikirnya saat ini,dan setiap ada kesempatan,saya selalu selorohin dia dengan kata-kata:"ingat ya....janji kakak",sikecil hanya tersenyum jika saya bercandain seperti itu,dan...tibalah saat itu,kini dia kelas 2,dan...benarlah,dia tidak diantar dan ditungguin lagi,alhamdulilah....penantian yang panjang.
Demikian,semoga bermanfaat,kurang lebihnya mohon maaf!